SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Pengurusan BPJS Penambahan Anggota Keluarga Bagi ASN


Kantor BPJS yang di Proklamasi

Sebelum berganti nama menjadi BPJS, pelayanan kesehatan bagi ASN adalah Askes. Namun seiring berjalannya waktu perubahan dan pembenahan terus dilakukan jadilah BPJS seperti yang kita dapat nikmati bersama saat ini. Suka atau tidak suka, puas atau tidak puas adalah lain soal ya. 

Nah, ketika ada anggota keluarga baru lahir. Adalah sebuah kewajiban sebagai kepala keluarga melaporkan agar selain tercatat dalam administrasi negara juga dapat dilaksanakan kewajiban yang berkenaan dengan hak yang akan diterima si anak kelak. 

Masalahnya di negara kita sistem yang ada belum dibangun saling terintegrasi. Ketika di kantor sudah dilakukan pemotongan tunjangan kesehatan, selama belum melaporkan kembali si anak ke kantor BPJS terdekat. Maaf-maaf kata tetap saja belum terdaftar sebagai anggota BPJS.

Sebelumnya saya sempat datang, perihal penambahan anggota keluarga. Dan sempat terfikir juga hanya tinggal melapor saja, toch untuk data, bukannya tinggal tarik melalui kartu keluarga atau data ASN. Dan saya salah besar. Saya tetap harus memenuhi beberapa syarat dari BPJS.

Blanko cek list kelengkapan berkas


Untuk penambahan anggota keluarga bagi ASN data yang diperlukan/dibawa adalah sebagai berikut:
  1. Fotocopi/asli KTP
  2. Fotocopi/asli kartu keluarga.
  3. Legalisir pejabat berwenang daftar gaji terakhir. 
  4. Legaslisir pejabat berwenang SK kepangkatan terakhir. 

Setelah semua berkas tersedia, datang ke kantor BPJS terdekat, untuk saya, beberapa kali datang ke kantor BPJS yang berada disekitaran Jalan Proklamasi. 

Kali ini dilayani petugas yang bernama ibu Risma, usianya masih muda, saya terka palingan dibawah 30 tahun. Tapi pengetahuan tentang pelayanan BPJS nya lumayan lah (awas aja kalau engga, bisa di komplen nanti BPJS).

Dari ibu Risma ini saya jadi tahu, bahwa anak saya sebenarnya sudah didaftarkan otomatis sebagai peserta BPJS PBI ketika masuk menjadi anggota keluarga baru di Kartu Keluarga. PBI adalah Peserta Bebas Iuran, ini adalagh layanan atau fasilitas yang diberikan pemerintah kota Jakarta.

Ketika daftar baru di Kartu Keluarga sepertinya didaftarkan otomotis oleh pengurus RT setempat. Jadi anak saya sampai dengan hari saya berkunjung ke BPJS ini, jika sakit (Puji Tuhannya Sehat) akan mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan kamar kelas 3 tanpa membayar iuran dan hanya berlaku di rumah sakit sekitaran Jakarta saja.

Nah, jadi untuk mendaftarkan ke BPJS umum seperti saya (bapaknya). Saya harus membuat (menandatangani) sebuah blanko yang mereka sediakan (jangan lupa bawa materai nya ya) yang menyatakan pengunduran diri sebagai peserta PBI. Ga membutuhkan waktu lama ibu Risma ini cekatan membuat pengunduran diri anak saya sebagai PBI dan memasukkan sebagai peserta BPJS normal.

♡♡♡♡♡
Hanya saja masalah baru muncul, istri yang juga pekerja namanya harus keluar dari BPJS saya. Mengapa? Karena info dari ibu Risma ini, BPJS istri yang bekerja ditanggung tempatnya bekerja bukan di tempat suami. 

Agak aneh sebenarnya dan sempat bingung diawal. Ini kan artinya dua kali potong atau dua kali bayar untuk satu nama (nama istri) itu anggapan saya diawal. Tapi penjelasan bu Risma ini masuk akal juga, karena yang ditanggung dalam nama saya harus dikeluarkan. Artinya lagi saya diminta untuk mengurus ke kantor agar meminta potongan tanggungan BPJS/kesehatan atas nama pasangan tidak dibebankan ke saya. Etapi ini kan pemotongan tunjangan kesehatan sifatnya otomatisasi/aplikasi, bagian keuangan kantor yang bekerja sama dengan kementrian keuangan apakah sudah terinfokan dengan keadaan ini.



Dan yang agak bikin ribet, ketika nanti istri sudah tidak bekerja maka namanya dimasukkan kembali ke dalam tanggungan suami. Dan saya harus melaporkan kembali ke bagian keuangan kantor dan mereka juga harus berkoordinasi dengan kementrian keuangan. 

Padahal, logika dasarnya adalah bukannya yang berbeda adalah siapa yang membayar saja. Karena sempat tidak puas dengan jawaban Bu Risma ini ketika menyatakan bahwa untuk yang bekerja ditanggung oleh perusahaan tempat seseorang bekerja. 

Seharusnya bukan memastikan siapa yang bayar atau tidak bayar tapi memastikan semua orang ikut kepesertaan BPJS. Siapapun yang membayarnya. Baik pasangannya yang sebagai ASN yang membayarkan atau kantor pasangan tempat ia bekerja. Bukan membongkar ulang sistem yang udah rapi menjadi terpecah-pecah demi memastikan seseorang yang bekerja ditanggung BPJSnya. 

Agak lucu aja (karena belum terbiasa) melihat di aplikasi JKN Mobile (aplikasi BPJS di Smartphone) nama yang tertera hanya nama saya dan anak saja. Yang sebelumnya nama istri ada, karena bekerja jadi keluar dari BPJS yang ditanggung saya selaku suaminya.

Atau memang negara ini memaksa para wanitanya untuk tidak bekerja agar menjadi satu tanggungan di pasangannya (lah ini lebih aneh lagi, jumlah pengangguran makin banyak nanti) atau ada teori lain yang saya belum paham. 

Apakah pemotongan  BPJS ditanggungan saya berbeda dengan pemotongan istri sebagai peserta BPJS mandiri dari kantor tempatnya bekerja (kayaknya ini yang paling mendekati). Karena kalau sama, mengapa harus dipisah? Toch kembali lagi sama-sama dipotong yang membedakan adalah siapa yang memotong. Kalau disaya, langsung dipotong negara, kalau di tempat istri langsung dipotong bagian keuangan mereka. 

Itu belum kalau terjadi perbedaan kelas perawatan ya. Sebab bisa saja, di tempat pasangan bekerja plafonnya lebih rendah ketimbang yang ditanggung saya sebagai ASN. Kalau seperti ini bagaimana ya? Atau jangan-jangan Plafon tempat istri bekerja lebih tinggi, lah baiknya kan kalau begini saya dan anak yang ikut kesana. Kan infonya BPJS keluarga, untuk satu keluarga menampung Bapak, ibu dan dua anak bukan. 

Hmmmm sepertinya perlu kunjungan ulang ke kantor BPJS untuk memastikannya kembali.

Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

Posting Komentar