Lintang
hanya mengenal Indonesia berdasarkan kisah sang ayah, Sebuah tanah
yang mengirim aroma cengkih dan kesedihan sia-sia. Sebuah tanah yang
subur oleh begitu banyak tumbuhan, yang melahirkan aneka warna, bentuk
dan keimanan. Tetapi malah menghantam warganya hanya karena perbedaan
pemikiran.
Masih ingat di beberapa postingan sebelumnya, pastinya saya akan membaca novel selain karya Tere Liye. Dan sesuai janji, pilihan jatuh ke Pulang-nya Leila S Chudori. Kalau ngga salah pertama dengar nama Leila S Chudori itu tahun lalu ketika hadir di workshopnya penulis surga yang tak dirindukann Helvi Tiana Rossa nama beliau sempat disebut.
Nah
ketika kemarin ke Gramedia nemu salah satu bukunya. Sebagai
informasi aja, Pulang mendapatkan penghargaan sebagai pemenang
Khatulistiwa Literary Award tahun 2013.
***
Jangan
berharap mendapatkan isi cerita ketika baru membaca bab awalnya. Harus
tuntas baca sampai selesai baru bisa mengerti isi keseluruhannya.
Dimas dihadapkan pada pertanyaan, kenapa kita harus
bergabung dengan salah satu kelompok hanya untuk menunjukkan sebuah
keyakinan? Lagi pula apakah mungkin keyakinan kita itu sesuatu yang
tunggal? Sosialisme, komunisme, kapitalisme, apakah paham-paham ini
harus ditelan secara bulat tanpa ada keraguan? Tanpa ada rasa kritis?
Halaman 43
Masih dihalaman awal saja sudah dikasih pernyataan yang ribet ya. Memang setting ceritanya mengambil massa ketika PKI sedang ditumpas di bumi NKRI. Siapa sangka kepergian Dimas (dalam rangka tugas kerja) menyelamatkan dia dan beberapa teman, sekaligus membuatnya tidak dapat kembali lagi ke tanah air.
Kisah
berlanjut Dimas menetap dan tinggal disana bersama sahabatnya yang
memang tidak dapat kembali ke tanah air. Kalau kembali, ya sudah, mati
atau selamanya di berikan "cap" khusus.
Gereja Notredame (Sumber gambar dari liburankeluarga.com) |
Singkat cerita, waktu berjalan dan musim berganti, anak
Dimas, yang diberi nama Lintang mengambil tugas yang disarankan oleh
dosen pembimbingnya berhubungan dengan tanah air keduanya, Indonesia.
Seru
baca novel yang mengambil setting Perancis, saya jadi kenalan sedikit
dengan kampus Sorborne (kakau ngga salah ini kan tempat sekolahnya
penulis laskar pelangi). Atau berkhayal sebentar ke gereja Notredame
selain ke Menara Eifelnya.
Menara Eiffel Paris (sumber gambar digaleri.com) |
Lain lagi ketika
dikenalkan dengan beberapa kata dalam bahasa Perancis, D'accord yang
artinya setuju. Lain lagi Tu Veux s'evader de I'histoire? Kamu ingin
lari dari sejarahmu. Une Activiste Indonesienne qui a ete Kidnappe Prend
sa Parole, aktivis Indonesia yang pernah diculik berbicara. Itu semua
adalah percakapan Lintang dengan dosennya.
Lintang
hanya mengenal Indonesia berdasarkan kisah sang ayah, Sebuah tanah
yang mengirim aroma cengkih dan kesedihan yang sia-sia. Sebuah tanah yang
subur oleh begitu banyak tumbuhan, yang melahirkan aneka warna, bentuk
dan keimanan. Tetapi malah menghantam warganya hanya karena perbedaan
pemikiran (halaman 137).
Atau dihalaman lain
saya menyaksikan Dimas menceritakan kisah Arjuna kepada Lintang. Kisah
dimana ada seorang pemanah yang jauh lebih pandai dari Arjuna dan
ngaku-ngaku muridnya guru Dorna. Dialah sosok Ekalaya, mungkin ini sosok
yang mengenalkan metode self learning atau otodidak. Ya iyalah, dia
belajar sendirian tanpa guru, hanya sebelum berlatih dia menyembah dulu
patung yang dibuat mirip dengan guru Dorna. Yang bagian ini (sosok Ekalaya, saya juga baru tahu ada kisahnya).
Demi
membuat sang Arjuna menjadi sosok pemanah yang tetap unggul, karena itu
sudah meruoakan janji guru Dorna. Terpaksa sang guru "mengakali" murid
yang bukan muridnya Ekalaya. Sebagai yang dianggap guru ia berhak
meminta apa saja kepada Ekalaya. Dan siapa sangka permintaan guru ini
adalah jempol tangan Ekalaya. Dan Ekalaya pun senang-senang saja
memberikannya. Meskipun itu membuatnya menjadi pemanah yang tidak ulung
lagi.
Dihalaman 251 saya
dikenalkan dengan istilah On ne voit bien qu'avec le coer. L'essentiel
est invisible pour les yeux. Dengan menggunakan hati kita bisa melihat
dengan jernih. Sesuatu yang begitu penting justru tak terlihat kasat
mata.
Sebuah cerita yang dikisahkan ayah
Lintang dan akan menjadi pegangan dalam hidupnya. Sebab Lintang harus
menyelesaikan tugas akhirnya kuliah. Siapa sangka tugas ini yang
membawanya jauh keluar dari Perancis untuk mengunjungi jejak kelahiran
sang ayah.
Yup, waktu berjalan cepat. Indonesia
sedang bergulat dengan segala persoalannya. Lintang datang disaat yang
tepat atau tidak tepat.
Pertemuanya dengan
Andini sepupu yang hanya dikenalnya melalui surat elektronik menjadi
cerita manis sendiri. Atau ada masa dimana Lintang mengacaukan suasana
pertemuan keluarga Rama dengan calonnya (yang pada saat itu belum tahu
kalau Rama masih ada hubungan darah dengan anggota PKI)
Cerita
berubah mrngambil setting Jakarta tahun 1998 ketika Lintang berkenalan
dengan semua kerabat yang dikenalkan dari Perancis lewat selembar
kertas. Ada Alam Segara anak bungsu dari Hananto dan Lintang juga
berhasil bertemu dengan sosok Surti yang ketika suratnya ditemukan
Lintang surat itulah yang menjadi sebab perceraian orang tuanya.
Di
Jakarta sosok utamanya berubah dari Dimas yang merupakan pelarian
politik menjadi Lintang sosok mahasiswa Sorbone yang concern
mengumpulkan pernik-pernih serpihan penggalan cerita korban PKI.
Kampus Sorborne |
Bersama
Alam dan sepupunya yang lain, saling membantu, bertukar cerita berjalan
menjadinsebush romansa antara satu dengan yang lain atau penghianatan
disisi lainnya.
Pulangnya Lelila S Chudori
masuk dalam karya satra dengan pengumpulan data cerita yang akurat.
Dalam salah satu testimoni eks Tapol Djoko Sri Moeljono, meskipun cerita
ini fiksi tapi ia terhanyut.
Seru memang
setelah mengetahui endingnya seperti apa dan tidak terduga. Memang
sempat sedikit membosankan ketika awal cerita dibekali dengan tetek
bengek latar belakang pertemanan Dimas dan Hananto. Beralih ke
pertemanan Dimas, Nugroho, Risjaf dan Tjai yang bertahan di Perancis
dengan membangun sebuah rumah makan.
Cerita
mulai berasa ada "greget"nya ketika Lintang Utara terbang ke Jakarta
untuk menelusuri cerita PKI itu sendiri. Dan memang seperti ada pesan
dari si penulis sendiri. Bahaya laten komunis memang berdampak buruk
bagi bangsa ini tetapi dampak setelah penumpasan itu sendiri masih masif
terhadap keluarga dan turunan serta kerabat yang notabene tidak tahu
atau tidak terlibat.
Seperti dihadapkan pada
sebuah ironi, ketika hukuman yang diberikan bukan sekedar untuk membuat
jera tetapi lebih kepada efek yang membuat seseorang merasakan dampak
yang sama dari apa yang sudah dilakukan para PKI pada masa itu.
Hmm
kalau buku ini dibahas pastinya akan ada pro dan kontra dan lebih asik
lagi kalau buku ini dibuat film (atau jangan2 sudah ada filmnya),
pastinya akan memudahkan para penikmat visual mencerna novel setebal 450
halaman
Lalu bagaimana kisah kelanjutan
Lintang mencari informasi yang dibutuhkan ditingkahi bumbu romantisme Ia
dengan Alam atau Ia dengan Naraya.
Lalu
bagaimana dengan Dimas sendiri selepas Lintang pergi? Kondisi fisik yang
berangsur-angsur turun tetapi ditutupi dengan semangat hidup
alakadarnya seolah memberikan pesan tersendiri kepada Lintang.
Sekilas buku Pulang.
Cetakan pertama tahun 2012 Februari 2017 masuk cetakan ke 17.
ISBN. 13:978-602-424-275-6
Harga di Gramedia Rp. 90.000,-
Sudah lama buku ini masuk dalam daftar yang pengen dibaca. Habis baca ulasan ini jadi makin pengen tahu kisah si Lintang ini. Hehehe.
BalasHapusKalau yang suka dengan bacaan berat dan berkelas macam sastra gitu buku ini cocok banget untuk pecinta genre ringan pastinya bakalan bosan baca lembar2 awalnya aja.. heheheh
Hapus