SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Mempersiapkan Mental dan Emosi Menghadapi Burn Out

 

Burn-Out
Ilustrasi Burn Out dari Pixabay (dot) com

Libur panjang kemana aja gaes, kemanapun kalian liburan tetap waspada dan laksanakan protokol kesehatan ya. Pastikan kalian juga cukup mendapatkan nutrisi dan tetap sehat selama pandemi. Sementara saya sih masih di sekitaran rumah aja, menikmati liburan bersama keluarga. Beruntung juga sich sekarang dengan inet yang sudah menjadi interaksi sehari-hari alhasil disini saya menyimak komunitas untuk mendapatkan pandangan dan wawasan baru.


Burn Out Apa Itu?

Seperti kali ini saya berkenalan dengan Burn Out, apa sih Burn Out ini? Penasaran akan arti sebenarnya, googling aja, dari hello sehat mengatakan bahwa Burnout syndrome adalah salah satu kondisi stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu sebabnya, kondisi kesehatan yang satu ini juga dikenal sebagai occupational burnout atau job burnout. Sementara wikipedia mencatatnya bahwa keletihan mental (bahasa Inggris: burnout) adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menggambarkan perasaan kegagalan dan kelesuan akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1974. Stamm, B (2005) dalam ProQUOL Manual menjelaskan Burn Out dalam perspektif penelitian, yaitu diasosiasikan dengan perasaan tanpa harapan dan kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau kesulitan mengerjakan pekerjaan secara efektif. Biasanya perasaan negatif itu muncul secara perlahan-lahan. Pekerja akan merasa bahwa usaha yang dilakukan tidak membawa perubahan apapun. Hmmm, mengerikan bukan dengan Burn Out ini dan jangan sekali sekali dianggap sepele.


Nah kali ini webinar yang diadakan berkaitan dengan Burn Out yaitu Preventing Mental and  Emotional Burn Out


Bertahan Dan Mampu Keluar Dari Covid 19

Kak Boy dan Silvi di diagnosa menderita Covid, berawal di tanggal  27 Agustus 2020 masuk IGD, langsung di diagnosa C19 dan positif. Meskipun berat kak Boy, ia belajar untuk menerima. Bagi banyak orang terdiagnosa C19 menakutkan dan menegangkan. Hari-hari yang ia lewati ia serahkan kepada Tuhan. Ikuti setiap prosesnya dan lalui dengan baik. Setelah 2 minggu dirumah sudah ok dan dilanjutkan dengan  2 minggu kemudian isolasi mandiri, baru sembuh dan bersih total


Dokternya sendiri mengatakan bahwa sedikit yang seperti ia (Kak Boy) yang stabil kondisinya hingga isolasi mandiri. Memang sih ia akui adanya denial di awal-awal tetapi tidak menyurutkan hati untuk tetap bergantung kepada Tuhan.


Lain lagi dengan kak Silvi namun tidak jauh berbeda dengan kak Boy, penderita suspect Covid 19 yang juga sembuh. Memang berat di awal-awal, secara semua protokol sudah dilakukan. Tapi kenapa kena juga ya? 


Kak Silvi sendiri terbiasa menjadi pelayan, ia melayani dalam komunitas. Namun saat ini ia sendiri membutuhkan bantuan. 


Tekanan dalam kehidupan sejatinya akan datang dengan berbagai macam bentuk naum saat ini yang sangat menakutkan dan menghantui adalah menjadi tersangka C19. Namun apakah kita bisa survive atau tidak, semua berpulang kepada kita. Apakah  mampu mengatasi Burn Out yang hadir dan beradaptasi atau menyerah kalah kepada keadaan.

 

Tanda Awal Burn Out.

Burn Out, Anxiety, perasaan kegagalan dan kelesuan akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang. Bahkan sekelas Ps.Keny Goh dulu pernah berfikir bahwa penyakit ini adalah untuk milenial-milenial yang manja. Namun ia sendiri kena dan merasakan itu di tahun 2017. 


Cuti, istirahat sudah diambil tapi ga hilang hilang letihnya. Semakin hari semakin sinis. Hal ini ia alami hampir setahun. Ia disarankan untuk konseling ke profesional. 


Akhirnya ia pergi ke konselor, psikologi. Disimpulkan bahwa ia unhappy. Hellow sekelas Ps. Keny Goh yang terlihat sudah ok, mantap dan terlihat dewasa secara iman, masih bisa terkena Burn Out.


Hingga ia memutuskan untuk berkonsultasi rutin selama setahun dengan profesional psikolog, berangsur-angsur Ps. Keny Goh mengalami kemajuan. Dalam hal ini ia yang merasakan kemajuan tersebut bersama konselornya. Memang ia akui dalam kesehatan tidak ada kata sehat selamanya atau sembuh total. Semua yang diperlukan  adalah maintenance secara berkala. Mau terbuka, tetap berfikir positif. Dan berani mengatakan I’m Not Okay. I Need Help.

 

Sharing Burn Out dari DR. SANDERSER (SANDY) Psikolog.

Usia masih muda namun sudah menyelesaikan studi S3 dalam psikologi. Namun ia sendiri mengakui seperti ia saja masih butuh konseling. Padahal ia adalah ahli dalam bidang tersebut.


Burn-Out
Dr Sandy Memberikan penjelasan mengenai Stress


DR. Sandy menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini kita menghadapi Stresort/ tekanan namun  kita memiliki unsur kapasitas/faktor pencegah.  Kasus Ps. Keny faktor kapasitasnya bertemu dengan konselor. 


Kalau stres dengan kapasitas seimbang maka baik-baik saja. Namun ketika stress melebihi kapasitas kita maka inilah  yang dinamakan STRESS. Maka itu setiap dari kita membutuhkan pertolongan.  


Stress yang berkepanjangan menyebabkan keletihan mental, semangat menjadi berkurang atau menyerah dan menjadi penyakit mental berat. 


Salah satu menangani stress adalah dengan mengurangi sumber stressnya. Tergantung kondisi misalnya masalah opsi keuangan atau pembelajaran dari rumah, strategi terhadap anak. 


Burn-Out
Penjelasan Burn Out dari DR. Sandy


Jangan lupa juga untuk meningkatkan faktor pencegah seperti bergabung dengan komunitas/konseling. Doa dan meditasi, istirahat dan jangan lupa untuk memperdulikan diri sendiri.

 

Point tindakan

Identifikasi sumber stress (stressor)

Kunci komunitas dan hubungan adalah kerentanan dan saling mendukung. Kita butuh hubungan sosial dimana kita bisa saling terbuka dan terhubung.

 

Komunitas itu harus menyenangkan, kecocokan, kerentanan, teguran penuh kasih dan keterhubungan. 

 

Sampai saya bertemu Yesus saya akan terus bertumbuh. Oleh karena itu saya masih membutuhkan komunitas.

 

Mengapa kita tidak bisa menjadi rentan? 

Karena tidak merasa nyaman (akibat dari pengalaman masa lalu). Tidak tahu cara terbuka.

 

Kita butuh Tuhan namun kita juga butuh komunitas. 

 

Indonesia sendiri tidak mengajarkan budaya terbuka kan ya. Namun ini budaya baru yang harus kita praktekkan. 

 

Saat kita merasa bisa terbuka, maka orang disekitar akan ikut terbuka.

 

 Sementara itu bagaimana kita membantu seseorang yang mengalami Burn Out itu. Dan memperhatikan ciri seseorang yang Burn Out .


Lihat.

Gejala kesehatan mental yang buruk, lebih jarang bersosialisasi. Pola tidur tidak baik. Pikiran negatif, takut dan khawatir yang berlebihan. Tidak bisa istirahat, selalu tegang. Sering marah. Anhedonia, tidak bisa menikmati yang dilakukan.

 

Jika kita melihat hal ini didalam diri atau orang lain mungkin ini saatnya untuk bertindak. 

 

Tanya.

Apakah kamu baik2 saja? Bagaimana kabarmu? Saya mendengar bahwa kamu...... 

 

Dengar.

Jangan mencoba atau memberi nasehat.

Menyimak dan senantiasa hadir (menemani) sangatlah membantu.

Luangkan waktu untuk lebih banyak mendengar. 

 

Respon.

Tanyakan. 

Apa yang bisa saya lakukan untuk kamu?

Apakah kamu ingin saya hanya ingin mendengarkan? Saya akan melakukannya.

Atau kamu menginginkan saran saya? Saya juga bisa melakukannya.

 

Kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Hanya yang dewasa dan bijak berani sharing berani terbuka. 

 

Lalu dampak terburuk apa yang muncul ketika  Burn Out  tidak terselesaikan.

Kalau Burn Out tidak ditangani dengan baik setidaknya akan merusak orang disekitar kita. Bahkan bisa berujung ke bunuh diri.


Lalu bagaimana tetap bertahan di pekerjaan dengan tekanan besar? 

Coba semua hal seperti konsultasi ke pimpinan, ke komunitas hingga ke terapis. Kalau sudah mencoba semua dan tidak berhasil. Kembali ke teori dasar.  Bahwa Tuhan taruh kita dibumi pasti punya alasan tertentu. Dan bukan tidak mungkin dengan tekanan yang ada kita sedang dibentuk..

 

Aware, Accept Dan Adapt

Dengan Aware kita bisa waspada memahami diri   dan orang sekitar tentang Burn Out itu sendiri. Its okay im not okay. 

 

Lalu Accept, terima dan lakukan segala hal yang bisa kita lakukan untuk sembuh. Dan terakhir adalah Adapt. Adaptasi dengan keadaan yang ada dan terus belajar. Kira kira seperti itu tangkapan saya atas penjelasan yang sudah diberikan.

 

Terakhir diingatkan bahwa dalam Pengkhotbah 3:1-8 (TB) ada sebuah pesan bahwa :

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.

Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;

 

Ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;  ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.

 

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

 

Tetap Sehat dan Tetap Kuat Tuhan Menyertai Kita Semua.

 

 

Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

Posting Komentar