SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Gendang Mburo Ate Tedeh Munte se-Jabodetabek 2019, Cibubur.

Keceriaan Kami di Acara Gendang Karo Mburo Ate Tedeh Sejabodetabek 2019 

Jadi gaes, minggu siang ini saya beruntung (kalau ga mau di bilang terpaksa) masih bisa menikmati budaya yang berasal dari daerah sendiri. Yoi gaes, ginting yang disematkan di belakang nama saya menandakan saya berasal dari Suku Batak Karo atau sebagian menyebutnya Orang Karo.

Gendang mburo ate tedeh munte se-Jabodetabek, Lampung dan sepulau Jawa. Edan kan, sepulau Jawa gaes. Lokasi acara ini sendiri berada di Buperta Cibubur, gedung Cut Nyak Dien.

Jadi ini acara kayaknya semacam temu kangen atau kumpul-kumpulnya anak-anak munte yang berada di perantauan, pulau Jawa khususnya. Lah, terus saya cemana? Hey, hey, saya mah cuman peranakan ginting yang kebetulan bapak orang munte asli. 

Gendang Karo
Kenapa juga di namakan gendang-gendang ya, secara ga ada gendang juga disana. Sepertinya ini merujuk kepada gendang-gendang yang sudah rutin dilaksanakan dari dulu, dan sekarang keberadaannya di gantikan dengan keyboard.

Wikipedia sendiri mencatat Gendang karo atau gendang lima si dalinen terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual, dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. 

Namun biasa juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya, termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang karo terdiri dari gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng (idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar (idiofon) sebagai pembawa tempo.
Kami yang seneng-senengnya menikmati Gendang Karo
Seru kali ya kalau bisa menyaksikan langsung gendang karo versi tradisional bukan versi keyboard modern-nya. 
Lalu apa lagi mburo ate tedeh, ini sepertinya lebih kepada ungkapan, temu kangen atau lepas rindu. 
Jadi secara keseluruhan arti Gendang mburo ate tedeh munte se-Jabodetabek, Lampung dan sepulau Jawa adalah acara lepas kangen dan menari gembira bersama warga Munte perantauan se jabodetabek, lampung dan se-pulau jawa. 
Warga Karo perantauan khususnya orang Munte, dapat melepaskan kangen dan rindunya kepada tanah kelahiran atau tempat tinggal di Munte karena bertemu demgan orang-orang Munte msekipun bukan berada di Munte itu sendiri ya.
Yang perantauan tapi bukan dari Munte juga pastinya hadir, sekalian silahturahmi sesama masayarakat Karo perantauan. Bertemu dengan sesama orang Karo, bertutur bahasa Karo mengobati kerinduan akan Tanah Karo itu sendiri.
Acara gendang ini sendiri dimulai dari pagi hari, dimulai dengan kebaktian pagi untuk yang beragama kristen. Lepas kebaktian kira-kira pukul 10.00 wib baru acara gendang resmi dibuka. Hal ini ditandai dengan adanya kata sambutan yang diberikan mulai dari ketua aktif sekarang, ketua yang terdahulu dan harapan ke depannya masyarakat Karo di perantauan harus selalu kompak dan solid. 
Biasanya per marga ( eg. Ginting, Tarigan, Karo-Karo, dll) di undang menari, bergiliran. Lepas per marga lanjut perwilayah (seumpama ada yang datang dari Bandung, Cianjur dll).
Sepengalaman saya, beberapa kali hadir diacara sejenis ini, makin malam semakin ramai, saya bisa golongkan kalau siang itu kebanyakan golongan orang tua. Sementara kalau malam, kebanyakan anak-anak muda, hitung-hitung sekalian mencari jodohnya masing-masing. Biasanya mereka tahan loh menari hingga dini hari. 
Kalau saya sendiri tidak begitu suka dan tidak berbakat untuk menari, meskipun terpaksa harus bisa menari untuk keperluan pernikahan (saya siasati dengan berguru khusus kepada yang ahli dan berhasil sukses kok). 
Tapi untuk budaya Karo sendiri saya tertarik untuk mendalami dan mencari tahu detil-detil dan filosofinya dalam kehidupan sehari-hari.
Salam Budaya Karo. 








Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

Posting Komentar