SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Menikmati perjuangan Larasati. (Larasati-nya Pramoedya Anata Toer)

Larasati dengan Cover terkini-nya
Buku Larasati adalah buku ke dua dari pak Pram yang saya baca. Buku ini saya beli di Gramedia Paris Van Java Bandung sebagaipenanda pernah kesana. 

Seperti buku sebelumnya Bukan Pasar Malam, saya masih memilih karya yang ringan dari pak Pram. Dan masih berlatar belakang perjuangan.

Ini kisah Larasati.
Dihalaman awal langsung digeber dengan salah satu kutipan pak Pram yang terkenal “Kalau mati dengan berani, kalau hidup dengan berani. Kalau keberanian tidak ada-itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa menjajah kita.”



Masih dihalaman yang sama pak Pram mencoba berbagi rasa di saat itu, memang sudah dari zaman dahulu seluruh kedudukan yang enak diambil orang tua. Angkatan tua sungguh bobrok. Hanya angkatan tua yang korup dan mengajak korup. Saya mencoba mengaitkan kasus tertangkapnya hakim (meskipun ini hanya terkait dengan oknumnya saja, tidak semua orang tua berlaku demikian) beberapa waktu lalu dan sekiranya pak Pram sudah memprediksikannya dengan bukunya jauh sebelum keberadaaan sekarang.

Ini kisah perjalanan Larasati, perempuan dengan darah seni mengalir kental. Mengambil bagian dalam perjuangan semampunya. 

Kisahnya bermula dari Stasiun Yogyakarta, ada seorang opsir dengan pangkat Kapten, Oding namanya. Kereta sudah berjalan, akankah ia kembali untuk melabuhkan hatinya?

Dalam setiap perjalanan ini yang menjadi kekuatan cerita utamanya. Di Cikampek bahkan ia kembali bertemu dengan seniman berseragam tentara. Alih-alih Larasati diperiksa yang terjadi ia dimintakan tolong untuk mencari anak buahnya. “Kalau revolusi menang, mungkin kita akan berjumpa kembali  sama-sama sebagai seniman, Cuma itu pesan yang disampaikan tentara muda Cikampek."


Di halaman 48 saya diajak Larasati untuk berkontempelasi, “Mengapa dunia ini penuh iga manusia busuk? Hanya karena mau hidup lebih sejahtera daripada yang lain? Apakah kesejahteraan hidup sama dengan kebusukan buat orang lain? Alangkah sia-sia pendidikan orang tua kalau demikian. Alangkah sia-sia pendidikan agama. Alangkah sia-sia guru dan sekolah-sekolah.” Ini sepertinya masih masuk untuk keadaan negri kita sekarang."

Banyak sosok Mardjohan yang hadir dalam berbagi rupa di negri ini. Meraup berbagai keuntungan hanya demi kepentingan sendiri dan golongannya. Perduli setan dengan yang lain selama masih ada kesempatan, sikat habis.

Misi Larasati berjuang demi republiken (demikian disebut oposisi NICA) membawa dirinya melihat secara langsung penjara pada masa itu dan bertemu langsung dengan yang menugasinya untuk mencari seseorang.

Ara melanjutkan pencarian ibunya dengan dibantu seorang sersan NICA yang kebetulan masih orang lokal. Ditrmpat ibunya kecantikan Ara bahkan dicurigai sebagai mata-mata NICA yang akan membakar seluruh desa. Untunglah keberadaan ORI menyelamatkan Ara. ORI itu bukan Obligasi Ritel Indonesia ya melainkan Oeang Republik Indonesia. Pada masa itu di Yogya sudah dikeluarkan uang itu daripada daerah lainnya. Hal ini terjadi selepas penjajahan Jepang yang takluk oleh NICA maka uang Jepang dinyatakan tidak berlaku lagi. Seratus uang Jepang setara dengan 1 Ori. 

Penampakan 1 Rupiah dari blognya elviscadillac.com

Kisah Larasati yang berjuang dengan caranya sedikit membuncah rasa,  ketika menyaksikan pertempuran langsung didepan matanya. Demi menyaksikan kebuncahan Ara, salah seorang pemuda memberinya pesan, “Perjuangan selamanya mengalami menang dan kalah, silih berganti. Kalau kau menang bersiaplah untuk kalah. Dan kalau kau kalah, terima kekalahan itu dengan hati besar dan rebutlah kemenangan itu.” Hal.102.

Lepas halaman 100, disini momen sebagai pembaca diaduk-aduk. Bagaimana perjuangan masa itu memang luar biasa. Kemiskinan merajalela, perjuangan merebut kemerdekaan dianggap sebagai pemberontakan. 

Urusan hidup dan mati lalu lalang dalam sekejap mata. Ara sendiri baru bertemu pemimpin belasan tahun usianya yang sanggup bertempur hanya untuk melumpuhkan segelintir pasukan kecil NICA. Tanpa sempat berkenalan namanya, tempaan keadaan membentuk seseorang yang muda belia menjadi militan. 

Perjuangan Larasati patut disimak hingga selesai, hingga mencapai kemerdekaan itu sendiri. 

Kalian harus baca Roman ini hingga selesai, jangan sampai dunia dunia yang sudah membacanya dan kita selaku generasi dari Pak Pram sendiri tidak membacanya

Selamat Membaca. 

 





Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

8 komentar

  1. Buku Pak Pram selalu relevan pada setiap jamannya ya bang>
    Aku sering baca kutipan-kutipan pak Pram.
    Novel ini pasti kece, sama kaya novel pak Pram yang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba memang novel beliau kece2 melihat sudah diterjemahkan ke berbagai negara.

      Sayang aja kalau bangsa lain tahu pak Pram sementara kita sendiri belum pernah baca atau setidaknya kenal dengan karya2 beliau

      Hapus
  2. Baru baca ulasan jni aja udah membara... Gimana baca full ya
    Novel beliau memang bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus baca sampe full, jangan sampe karya anak bangsa sendiri di baca tuntas sama bangsa lain

      Hapus
  3. seumur2 belum pernah punya buku pram
    dulu sering baca, tapi minjem punya temen hehehe
    etapi saya punya koleksi majalah playboy edisi perdana yang ada wawancara pram :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah,,, saya malah baru tau kalau pram diwawancarai juga sama majalah playboy :)

      Hapus
Untuk Sementara Pesan di Moderasi....
Menghindari Beberapa konten2 yang negatif ...
Berfikir yang Baik dan tinggalkan jejak yang baik..
Terima kasih