SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Eksotisme Vihara Maha Brahma



Vihara Maha Brahma

Siapa yang tahu di sekitaran Bogor ada Vihara yang sudah berdiri ratusan tahun sebelum sekarang,  Bukti bahwa toleransi beragama sudah dimulai sejak ratusan tahun lalu. 

Keberadaan etnis Tionghoa sendiri di Bogor sejatinya sejalan dengan usia vihara-vihara yang sudah hadir disana. 

Sebut saja Vihara Dhanagun salah satunya. Vihara terbesar di Bogor terletak di pinggiran Jalan Surya Kentjana, sekitaran 5 menit dari stasiun kereta Bogor. Tetapi bukan itu yang hendak saya angkat. 


Menyusuri pasar tradisional  menuju Vihara Maha Brahma


Yang  unik terletak agak sedikit jauh kedalam dan sedikit lebih lama keberadaannya. Vihara Maha Brahma. Letaknya agak menjorok kedalam,  menyusuri pasar dan melewati ragam rumah warga, pastinya sebuah pengalaman unik tersendiri. 


Rumah Warga yang dilewati ketika menuju Vihara

Masih berada dibawah satu yayasan dengan Vihara Dhanagun dibangun pada tahun 1672, Vihara Maha Brahma berdiri beberapa tahun sebelum Dhanagun. 

Lokasi Persisnya  
Berada di Pulo Geulis (jangan bayangin pulo yang berada  ditengah laut ya, juga bukan merupakan delta sungai atau kuala). Pulo Geulis sendiri  terbentuk karena aliran Sungai Ciliwung yang  kemudian menyatu kembali tepat sebelum Kebun Raya Bogor. 

Luasnya sekitar 3,5 hektare dengan penduduk sekitaran 2.000 jiwa. Masyarakat setempat menamainya Pulo Geulis artinya sendiri adalah pulau yang cantik. Dulunya Pulau Putri atau Nusalarang, Pulau yang terlarang untuk umum khusus untuk keluarga kerajaan saja.   Nama lainnya terkenal juga dengan sebutan  Parakan Baranangsiang atau sebagian akrab dengan   Rawa Bangke.


Pak Bram memberikan penjelasan tentang Vihara Maha Brahma

Menurut penuturan Pak Abraham (biasa dipanggil Pak Bram),  tokoh masyarakat setempat (beliau juga banyak memberikan penjelasan mengenai Vihara Maha Brahma)  pulau Geulis ditemukan oleh ekspedisi Belanda ketika mencari jejak peninggalan Kerajaan Pa­kuan Padjajaran atau Kerajaan Sunda Galuh pada 1704, kelenteng tersebut sudah berdiri di sana. 

Detil Vihara Brahma 
Di Pan Kho Bio sebutan lain Vihara Maha Brahma, altar sembahyang bukan hanya diperuntukkan Dewa Pan Kho atau Pangu—dewa yang dalam keyakinan penganut Taoisme merupakan dewa pencipta langit dan bumi—tapi juga untuk Buddha dan para leluhur tanah Jawa.  Nah, Dewa Pan Kho adalah Dewa utama yang pertama kali membuka langit dan bumi. Ketika wafatnya matanya menjadi Bulan dan Matahari sementara jasadnya menjadi tanah yang subur. 

Di kelenteng bahkan terdapat batu besar yang diyakini peninggalan zaman Megalitikum.  Dalam budaya Megalitikum, batu itu berfungsi sebagai menhir atau tempat untuk berdoa kepada leluhur. Hingga kini, masih banyak orang berdatangan untuk berdoa. Disini Toleransi sudah terjalin lintas agama.

Bagian Belakang Vihara Maha Brahma

Sementara  di ruang belakang tempat batu diletakkan, terdapat makam yang diyakini sebagai Uyut Gebok, orang yang membangun kampung Pulo Geulis. Di dekat makam dan batu inilah, tulisan “Allah” dalam bahasa Arab digantungkan. Menurut Bram, di tempat ini para peziarah yang beragama Islam kerap menjalankan salat. Karena itu, pihaknya menyediakan sajadah dan mukena. 
Pak Bram sendiri sempat menjabat sebagai dewan pengawas Pan Kho Bio antara 2007-2010. Beliau  juga yang berinisiatif membuat tempat wudhu di samping klenteng. Di dekat tempat wudhu, terdapat Petilasan Jayadiningrat leluhur Pulo Geulis, juga monumen untuk menghormati Raden Haji Suryakencana, keturunan Prabu Siliwangi. Ini juga yang menjadikan alasan adanya patung Harimau, konon yang berhubungan dengan Prabu Siliwangi pasti ada macannya. 

Juga ada Kura-kura, menurut adat Tionghoa sendiri melambangkan keuletan dan panjang usia.

Pak Bram menjelaskan Petilasan yang terletak disamping Vihara Maha Brahma

Kelenteng ini tak hanya ramai dikunjungi para peziarah Tionghoa, baik yang beragama Buddha maupun Tao, tapi juga oleh warga sekitar yang beragama Islam. Bahkan, setiap malam Jumat digelar pengajian.  Pada peringatan Maulid Nabi Muhammad diundang ustaz dari Bogor maupun kota lain untuk mengadakan tausyiah, tempat tersebut kerap digunakan sebagai tempat berbuka puasa baik warga sekitar juga warga dari daerah lain yang berkunjung.
Altar di Vihara Maha Brahma
Aktivitas di kelenteng tersebut tak pernah diganggu warga. Justru warga terlibat aktif memberi bantuan. Upacara gotong Toapekong yang dilakukan setiap Capgomeh pun melibatkan warga sekitar. 


Ini salah satu bukti bahwa Toleransi antar agama sudah terjalin dari zaman kerajaan dulu.
Menurut pak Bram sendiri, “Perbedaan yang ada jangan disamakan tetapi  jangan juga jadikan perbedaan alasan untuk berpisah dan bertikai.”


Mau berkunjung ke sini Hubungi aja Pak Bram ya :)


OOT
Saya sendiri sedikit takjub bahwa budaya Tionghoa sudah hadir ratusan tahun lalu disekitaran Bogor. Berbaur akrab dengan masyarakat sekitar, sementara saya baru "ngeh" ketika mengikuti Jakarta Corners punya acara #TelisikJalurNaga.  Banyak hal unik dari budaya Tionghoa, sebut saja Tahun yang selalu berganti penyebutan berdasarkan shio yang ada. Tahun 2016 adalah tahunnya monyet api. Saya sendiri setelah ditelusuri berdasarkan tahun lahir berada di bawah naungan Shio monyet.

Ilustrasi shio monyet  Sumber : Redaksicepat.com

Alhasil saya mencoba mencari tahu apa sich shio monyet itu? konon katanya orang yang berada di bawah naungan shio monyet cenderung cerdas, cekatan dan mudah menarik perhatian umum. 

Meskipun tahun 2016 tahun-nya shio monyet tapi sepertinya shio monyet harus lebih berhati-hati dalam menjaga sikap dan perilaku agar terhindar dari gunjingan-gunjingan negatif orang lain. 

Kesehatan juga ditengarai akan tidak prima, maka itu diperlukan olah badan rutin setiap harinya, tidak perlu yang berat-berat keliling taman sekitaran rumah saja sudah cukup.

Dari segi karier dan keuangan shio monyet harus tetap waspada dan berhati-hati. Intinya Shio monyet di tahun monyet sendiri tidak seberuntung shio-shio lainnya. 

Yah, memang ini semua kembali kepada kepercayaan masing-masing, sikapi dengan bijak ambil setiap manfaat positifnya. 

Ada tulisan menarik yang saya dapatkan ketika mengunjungi Vihara Maha Brahma.

Kesabaran seseorang seharusnya diperkuat daya berfikir. Mereka yang tidak memiliki kesabaran akan menderita akibat ketidaksabarannya sendiri dan melakukan sesuatu yang akan membuat penderitaan pada kehidupan selanjutnya. 

Ia seharusnya berfikir sekalipun penderitaan ini timbul akibat perbuatan salah orang lain tetapi tubuh merupakan tempat berlangsungnya penderitaan dan perbuatan yang menimbulkan penderitaan tersebut merupakan milikku akibat dari karma yan berbuah.

Ia juga seharusnya  berfikir penderitaan yang aku terima akan membebaskan dari hutang-hutang buah karma burukku. 

Bila tidak ada seorangpun yang berbuat kesalahan bagaimana aku dapat melatih dan menyempurnakan kesabaranku?

Sekalipun saat ini ia berbuat kesalahan tetapi dahulu ia mungkin seseorang yang murah hati terhadapku. 

Selanjutnya ia juga seharusnya berfikir  "ia berbuat salah kepadaku (mungkin) karena kesalahan yang ada dalam diriku, aku harus berusaha untuk melenyapkan kesalahan itu bukan sebaliknya berbuat kesalahan yang baru. (Cariyapitaka Atthakata-290) 

Sebenarnya masih banyak hal yang bisa di gali dan dipelajari dari kehadiran Vihara Maha Brahma dari sisi arsitektur dan sisi budaya lainnya. Tak akan pernah habis dan puas untuk menelisik satu persatu makna yang terkandung didalamnya.

Datang dan saksikan sendiri perpaduan budaya lintas etnis, lintas generasi yang menghadirkan  Eksotisme Vihara Maha Brahma bagi kita semua.






Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

18 komentar

  1. Balasan
    1. jadi ketahuan dech angakatan berapa sayah.. hehehe :) #kita seangkatan kan ito hermini :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. iya.. sepertinya mereka serius dan total dalam membangun VIharanya :)

      Hapus
  3. saya setuju bahwa nuansa perbedaan harusnya bisa untuk saling melengkapi dan menyatukan kekuatan bangsa, bukannya terpecah belah :) Sukses untuk kontesnya ya bang :)

    BalasHapus
  4. mauuuuuuuuuu dunkkkk jalan2nya mas :)
    he he he

    terakhir saya ke vihara tahun 2012 di Dharma Bakti, Jakarta Barat
    saat itu juga tepat imlek, jadi pas mau foto2 n buat artikel izin sama petugas vihara...

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya juga baru ke VIhara pas kemarin gabung Backpakeran sama Jakarta corners mas... kalau ngga saya ngga pernah ke vihara... padahal banyak juga temen saya kalangan tionghoa... :)

      Hapus
  5. asyik bisa jalan-jalan dan masuk vihara, salah satu tempat yang selalu membuat saya penasaran tapi tidak bisa masuk hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. kapan kapan harus coba masuk bun,,, nambah wawasan dan ilmu pengetahuan :)

      Hapus
  6. tempatnya asyik ya...jadi kangen Jakarta. Ngga sabar pulang ke tanah air :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahah... jadi kangen balik kandang ya mba... ditunggu kepulangannya :)

      Hapus
  7. Daku shio apa, ya? Jadi lupa, n mendadak fokus ke shio. :D

    BalasHapus
  8. Perbedaan itu sebenarnya membuat kita kaya, kaya pengetahuan, kaya wawasan, dan bisa mengasah akal dan hati kita.
    Budaya china, juga banyak yang bisa dipelajari ya, kekayaan budaya kuno.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener mba nefertite... ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari budaya yang beraneka ragam di negeri pertiwi ini :)

      Hapus
  9. Pengen ke Vihara2 di Bogor, kayaknya banyak hal yang perlu di telisik lebih lanjut ya Bang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mas... banyak hal yang bisa di gali disana... Rupanya sudah ada sejak puluhan tahun lalu... Rupanya toleransi sudah terbentuk lama, jauh sebelum saat ini... :)

      Hapus
Untuk Sementara Pesan di Moderasi....
Menghindari Beberapa konten2 yang negatif ...
Berfikir yang Baik dan tinggalkan jejak yang baik..
Terima kasih