SoG4iGVrlm2d0xVc7TbcWuGl8F4PkcCzhtCrmamZ

Menulis Yuks

Baru saja selesai membaca sebuah modul yang dibagikan secara gratis oleh Jonru. Link nya bisa dilihat disini.
Kalau saya secara pribadi menulis adalah untuk melatih kemampuan daya ingat secara detail. Ditambah menjadikan tulisan saya sendiri sebagai dokumentasi untuk masa yang akan datang. Tetapi saya tentu tidak akan berhenti sampai disini, saya juga aktif mencari tahu di dunia maya, apa sih dunia penulisan itu? Mengikuti berbagai kelas – kelas penulisan. Pastinya suatu saat di depan karya tulisan saya akan di hargai. Satu hal lagi, pengalaman dan ketertarikan saya terhadap menulis ini dimulai dari aktif di Gereja sebagai Reporter Majalah Rohani. Selepas itu pernah juga aktif selama 2-3 bulan di dunia Jurnalistik saat itu medianya adalah “Indonesia Bussines Today”. Kira kira masih ada nda ya koran itu.
Modul Tulisan Jonru mengingatkan saya beberapa hal didalam dunia tulis menulis mengenai Motivasi Menulis diantaranya sebagai berikut :
  1. Takut ditolak, Disini Jonru mencoba menerangkan bagaimana kita sebagai penullis seharusnya tidak memiliki rasa ini. Bahkan penulis - penulis ternama pada waktu lalu pun mengalami penolakan – penolakan. Tapi mereka tidak berhenti-kan. JK Rawling contohnya, dia gigih dan pantang menyerah sehingga karyanya saat ini di akui dunia Internasional. Untuk tokoh dalam negeri kita punya “Laskar Pelangi: yang juga mengalami penolakan pada awal penerbitannya. Lihat Sekarang. Jadi jangan pernah memiliki perasaan takut. Sebuah penolakan adalah wajar. Terus perbaiki diri dan tingkatkan kualitas.
  2. Minder, berbeda sedikit dengan takut ditolak, yang lebih berhubungan dengan dunia luar. Minder lebih cenderung berhubungan dengan diri si penulis.Yang merasa tulisannya jelek dan tidak layak untuk ditayangkan. Lalu kalau jelek? apakah kita akan mati karena tulisan kita jelek. Tidak toh. Yang sangat mengecewakan adalah ketika kita merasa tulisan kita jelek dan kita tidak pernah mengirimkannya kepada media. Lalu siapa yang akan menilai tulisan kita jelek. Kita sendiri bukan. Kalau kita tetap mengirimkan tulisan kita “yang kita anggap jelek” setidaknya akan ada respon dari media. Respon inilah yang seharusnya menjadi media pembelajaran bagi kita.
  3. Membesar – Besarkan masalah, konkritnya seperti ini, saya terlalu sibuk, saya tidak punya waktu untuk menullis. Waktu saya untuk menulis tidak ada. “hal ini juga yang saya saya alami” berlindung di balik sempitnya waktu yang dimiliki. Haloooo…banyak penulis yang berhasil diluar sana pun awalnya seperti kita. Sibuk dan tidak bisa membagi waktu. Toch mereka memaksa dirinya dan berhasil. Sebut saja Fahri Asiza adalah penulis produktif yang sehari-hari berperan sebagai seorang pengusaha dan suami yang sangat sibuk. Tapi ia bisa menulis puluhan novel. Ia menyempatkan diri menulis sekitar jam 5 hingga 5.30 pagi, setiap hari. Dengan cara ini, ia dapat menyelesaikan puluhan novel.
  4. Dikritik Lalu mati. Ini juga yang sering terjadi, ketika tulisan kita mendapat kritikan. Kritikan ini membuat kita lemah. Paradigma harus dibalik. kita harus memanfaatkan krtikan itu sebagai penyemangat bagi kita untuk terus menulis. Harus kita sadari bahwa pengkritik kita sangat perduli kepada kemampuan menulis kita. Masa iya kita mau mengecewakan orang yang perduli kepada kita.
  5. Tidak Sabaran. Ini yang sering terjadi di dunia nyata. Ketika kita menulis sesuatu harapannya adalah besok sudah masuk di media ternama. Lusa sudah menjadi bahan obrolan dan hari ke 3 nama kita sudah menjadi terkenal. seminggu ke depan tulisan kita sudah Go Internasional.Ini yang tidak masuk akal, karena kita sudah terbiasa dengan yang Instan, sehingga menulis dan menjadi terkenal pun harus instan pula. Ayolah bangun dan sadari kita hidup di dunia nyata, segala sesuatu ada prosesnya.
  6. Malas Berusaha, ini masih terkait dengan yang tidak sabaran tadi. Kita menyerahkan segala sesuatunya kepada yang Diatas. seolah – olah Tuhan lah yang sudah mengatur semuanya. Mana mungkin seseorang penulis menjadi penulis jika ia lebih senang nonton TV dan bermalas – malasan. Tidak mau mengirimkan naskahnya, alasannya jauh, alamat tidak tahu dan lain sebagainya.
Itulah menulis, bukan hasil akhir yang terlalu dipentingkan. Tetapi ada proses yang harus dilewati dan tentu itu tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Ada harga yang harus dibayar. Tentunya akan ada hasil yang sudah siap menanti kita di depan sana. Katakan kepada diri kita “Menulis bukan sekedar hobi, jadikan menulis sebuah Pilihan Hidup dan agaya Hidup”
Tetap menulis dan perhatikan apa yang terjadi.  
Related Posts
Kornelius Ginting
Orang Baik Rejekinya Juga Baik

Related Posts

Posting Komentar